bahasa

On Selasa, 12 Oktober 2010 0 komentar

Di Indonesia, angka kejadian hepatitis baik B dan C kronik cukup tinggi dan sering terjadi pada perempuan di usia produktif.  Oleh karena itu hepatitis kronik dapat pula dialami perempuan hamil sehingga sangat penting diketahui bagaimana pengaruh hepatitis kronik pada kehamilan dan persalinan.

Hepatitis B dapat ditularkan secara vertikal dari ibu ke janin, namun sebenarnya jarang terjadi karena plasenta biasanya dapat menjadi penghalang yang efektif terhadap penularannnya. Penularan hepatitis terjadi jika terdapat kebocoran plasenta akibat abortus atau sebab lain. Penularan hepatitis B dapat dicegah jika ibu telah mendapat vaksinasi sedangkan untuk hepatitis C dapat dicegah dengan menjaga kondisi diri dan lingkungan dengan bergaya hidup sehat.

Virus hepatitis B penularannya dapat ditekan dengan pemberian antiviral seperti lamivudin atau telbivudin dengan pertimbangan khusus. Pemberian ASI pada ibu penderita hepatitis B kronik hendaknya dihindari terutama bila puting susu ibu luka. Namun bila bayi telah mendapatkan HBIG dan vaksin hepatitis B pada 24 jam kelahiran dan ibu yang menyusi puting susunya tidak mengalami trauma/luka, maka pemberian ASI dapat dilakukan. 
Hepatitis kronik aktif yang sudah mengalami sirosis dapat mempengaruhi risiko abortus spontan, kelahiran prematur, dan kematian maternal.  Komplikasi terhadap ibu dengan hipertensi yang berat dapat terjadi pada hampir separuh masa kehamilan. Komplikasi tersebut dapat berupa perdarahan varises esophagus, gagal hati, ensefalopati, dan malnutrisi. Oleh karena itu, jika ibu mengalami hepatitis kronik maka kehamilan harus direncanakan.
Disimpulkan oleh: Linda Wati dari buku berjudul Penyakit-Penyakit Pada Kehamilan: Peran Seorang Internis, diterbitkan oleh Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
 
Sumber : http://www.kesrepro.info/?q=node/540

0 komentar: